LPSD Kritik Pendekatan Mensos, Orang Rimba Butuh Ruang Hidup dan Pemukiman. -->

Iklan Semua Halaman

 


Jika ada yang mendapat intimidasi atau tindakan tidak menyenangkan lainnya dari anggota GNI, silahkan lapor ke redaksigni@gmail.com, untuk pengiriman berita kegiatan kampus, sekolah , sosial kemasyarakatan, lainnya silahkan di nomor center kami

 




LPSD Kritik Pendekatan Mensos, Orang Rimba Butuh Ruang Hidup dan Pemukiman.

KIM(Kelompok Informasi Masyarakat)
3/22/2021




GlobalNewsindonesia.com-Jakarta, – Niat baik Menteri Sosial, Ibu Tri Rismaharini untuk membuka akses bagi suku anak dalam dengan menyediakan internet patut kita hargai, tetapi pendekatan tersebut tidak tepat dalam meletakkan masyarakat adat (indigenous people) yang banyak tinggal di kawasan terpencil, terluar dan tertinggal (3T).


“Kementerian Sosial harus paham bahwa komunitas suku anak dalam yang bermukim di wilayah Jambi secara sosiologis adalah masyarakat yang kelangsungan hidupnya masih sangat bergantung pada sumberdaya hutan dan sumberdaya alam.


Itu sebabnya, kebudayaan Orang Rimba masih lekat dengan berburu, meramu dan mengambil penghidupan dari alam” hal tersebut dikemukakan oleh Peneliti Senior Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi (LPSD), Masmulyadi di Jakarta, 22 Maret 2021.


Disinggung mengenai urgensi memberikan jaringan internet kepada Orang Rimba, ia mengatakan bahwa masyarakat suku anak dalam tidak membutuhkan internet.


Namun yang paling dibutuhkan saat ini bagi Orang Rimba adalah bagaimana memperoleh ruang hidup dan pemukiman yang memungkinkan mereka melangsungkan kehidupan mereka dengan kebudayaan yang mereka miliki.


“Kritik saya pada Ibu Menteri Sosial, Tri Rismaharini adalah terlalu sederhana memandang persoalan yang dihadapi oleh Orang Rimba hanya soal internet. 


Padahal kebutuhan mereka sangat mendasar dan kompleks yaitu terkait ruang hidup, pemukiman, pendidikan dan kesehatan yang kompatibel dengan kebudayaannya” beber alumni Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada ini.


Salah satu persoalan yang menjadi tantangan dalam konteks Orang Rimba yaitu semakin terpinggirkannya mereka dari pemukiman dan penghidupan mereka yang mengandalkan hutan.


“Sejak Orde Baru, perusahaan besar pemilik izin usaha hutan melangsungkan operasinya hingga saat ini. Di tambah banyaknya pembukaan hutan untuk perkebunan sawit dan beragam aktivitas ekonomi membuat Orang Rimba sulit mempertahankan kehidupan aslinya” tandasnya.


Masmulyadi berharap bahwa, menyelesaikan persoalan Orang Rimba harus dilakukan secara komprehensif.


“Kementerian Sosial tidak boleh kerja sendirian (lintas Kementerian dibawah Koordinasi Menko PMK dan Perekonomian),  harus melibatkan tanggung jawab perusahaan-perusahaan yang mengelola hutan, dan masyarakat sipil dengan pendekatan yang lebih kompatibel dengan budaya Orang Rimba” tutupnya.