Pada laman
resminya, BPS menyajikan angka pengangguran tertinggi masih didominasi
oleh lulusan SMA dan SMK sebesar 18,7 persen,
pada peringkat kedua penduduk berpendidikan tinggi (Diploma dan
Universitas) sebanyak 11,85 persen. Dibandingkan dengan tahun 2020, angka
pengangguran terbuka terdidik pada tahun 2021 mengalami
penurunan yang signifikan sebanyak 3,58 persen dari angka 15,43 persen
Penyebab tingginya tingkat pengangguran terdidik adalah
: pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak berimbang dengan jumlah industri , Perguruan Tinggi (baik Negeri ataupun swasta) setiap tahun mengeluarkan
ratusan ribu alumni yang cendrung mencari lowongan kerja, dan tidak memiliki
jiwa wirausaha, dunia usaha dan dunia industri yang menampung para jumlah
pencari kerja sangat sedikit, keterampilan para pencari kerja terkadang tidak
sesuai dengan harapan dan kebutuhan dunia usaha dan industri, terjadi perubahan
berbagai pola akibat kemajuan teknologi (disrupsi) sehingga fungsi manusia
sebagian besar telah diambil alih oleh teknologi yang dinilai lebih efektif dan
efesien, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan perusahan-perusahaan
akibat dampak dari pandemi Covid-19 yang menjadi pemicu kepailitan.
Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa : "Pendidikan
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis".
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Pasal 1
telah dinyatakan pula bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang
selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi
yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang
pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di
berbagai sector.
Turunan dari Perpres No
8 Tahun 2012, diperkuat dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPTN) dijelaskan bahwa kompetensi lulusan
perguruan tinggi mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan
dalam rumusan capaian pembelajaran.
Pada level pendidikan tinggi, untuk mengatasi
lemahnya semangat berwirausaha pada mahasiswa diperguruan tinggi, pemerintah
sudah melakukan berbagai upaya, seperti memasukkan mata kuliah kewirausahaan / entrepreneurship menjadi mata kuliah
yang wajib pada semua program studi.
Kemenristikdikti juga telah membentuk beberapa
lembaga kewirausahaan seperti Inkubator Bisnis Teknologi (IBT) dengan program
pendampingan dan pemberian modal usaha, Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
atau dan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK). Sehingga
diharapkan dari Pendidikan dan program-program kewirausahaan
yang diberikan pada perguruan tinggi
dapat memberikan pengetahuan serta kemampuan kepada mahasiswa untuk
berwirausaha,
serta menjadi sarana untuk menciptakan SDM yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan
sistem ekonomi dan kesejahteraan. Sehingga pendidikan kewirausahaan dapat
menjadi salah satu cara untuk mereduksi jumlah kemiskinan yang ada di sebuah
negara.
Menyesuaikan
dengan era globalisasi, seluruh bangsa
telah berupaya
mengembangkan pendidikan berbasis
ekonomi (knowledge-based
economy), yang memberikan dukungan penuh terhadap
peningkatan kualitas SDM guna mendukung perekonomian bangsa. Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan
ekonomi berbasis pengetahuan (education for the knowledge economy).
karena informasi dan pengetahuan akan menjadi kunci utama keberhasilan ekonomi
di masa depan. Ketersediaan manusia bermutu yang menguasai IPTEK sangat
menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar
bebas, yang menuntut daya saing tinggi. Dengan demikian, pendidikan diharapkan
dapat mengantarkan suatu bangsa meraih keunggulan dalam persaingan global.
Dalam
perspektif ekonomi, sosial, budaya dan politik. Pendidikan harus mampu mengembangkan kapasitas individu untuk menjadi warga negara yang baik (good citizens),
yang memiliki kesadaran akan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, pendidikan harus dapat
melahirkan individu yang memiliki visi dan idealisme untuk membangun kekuatan bersama sebagai bangsa. Visi
dan idealisme itu haruslah merujuk dan bersumber pada paham ideologi nasional,
yang dianut oleh seluruh komponen bangsa. Dalam jangka panjang, pendidikan hendaknya melahirkan lapisan masyarakat
terpelajar sehingga membentuk critical mass,
yang menjadi elemen pokok dalam upaya membangun masyarakat madani.
Dengan
demikian, pendidikan merupakan usaha besar untuk meletakkan landasan sosial
yang kokoh bagi terciptanya masyarakat demokratis, yang bertumpu pada golongan
masyarakat kelas menengah terdidik yang menjadi pilar utama civil society,
sehingga menjadi salah satu tiang
penyangga bagi upaya perwujudan pembangunan masyarakat demokratis.
Pendidikan tinggi berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi lain ialah
mengembangkan civitas
akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan
kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma. Pendidikan tinggi juga
berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai humaniora. Disamping itu, pendidikan
tinggi dituntut untuk melahirkan tenaga kerja yang kompeten dalam rangka
peningkatan produktivitas dan efisiensi serta kesiapan terhadap persaingan
pasar tenaga kerja internasional di era globalisasi.
Pengangguran terdidik ini terjadi
tentunya disebabkan berbagai faktor salah satu diantaranya kemampuan untuk
bertahan di masyarakat dengan kompetensi kewirausahaan yang dimiliki masih
kurang. Pengembangan pendidikan tinggi yang dibekali dengan kompetensi
kewirausahaan sangat menjadi ujung tombak dalam mengatasi pengangguran terdidik. Proses pendidikan di
perguruan tinggi tidak sekadar pencetak tenaga kerja dan berorientasi pasar namun
diharapakan lulusan dari perguruan tinggi mampu mengembangkan kompetensi individu berbasiskan kewirausahaan. Diharapkan lulusan
perguruan tinggi lulusannya dapat menghasilkan banyak wirausaha-wirausaha muda.
Untuk tercapainya proses
pembelajaran seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
diperlukannya komponen-komponen pembelajaran yang dapat mendukung proses
pembelajaran. Salah satu komponen pembelajaran yaitu pendekatan pada proses
pembelajaran yang mendukung pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.
Pendekatan pembelajaran memberikan peran penting terhadap suksesnya sebuah pembelajaran, tidak terkecuali pada
pembelajaran entrepreneur yang
masih menemui kendala dan kesulitan sehingga berdampak kurang berkualitasnya
lulusan perguruan tinggi. Kesulitan mahasiswa pada mata kuliah entrepreneur
kerap terjadi pada pendidikan tinggi maupun
pada bangku sekolah, dimana peserta didik cenderung mengeluh bahwa teori entrepreneur
itu membosankan, dan teori-teori yang disampaikan, sudah tidak relevan dengan kondisi yang terjadi dilapangan.
Mahasiswa tidak mengerti bahwa pembelajaran entrepreneur dapat sangat menarik. Kenyataan yang ada, proses yang digunakan untuk mengajarkan entrepreneur membosankan. Hampir semua
perguruan tinggi menjadikan entrepreneur menjadi mata kuliah wajib, namun tidak
semua dari lulusan perguruan tinggi mampu berwirausaha. Para lulusan dari
perguruan tinggi yang tamat, hanya mengandalkan ijazah dan kopetensi bidang masing-masing untuk
mencari kerja, namun juga tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. Jika kondisi
ini terus dibiarkan maka perguruan tinggi akan menyumbang pengangguran terdidik.
Minat kewirausahaan yang sudah
muncul pada mahasiswa tentunya perlu didukung oleh kesiapan pada proses
pembelajaran di kelas, namun kenyataannya lebih banyak pendidik mengajarkan
teori tanpa ada hubungannya dengan pelaksanaan dilapangan. Tentunya permasalahan
ini harus menjadi perhatian yang serius bagi pendidik di perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi dalam proses pembelajarannya sangat erat dengan proses
praktikum, pembuatan alat dalam rangka menghasilkan suatu produk baik itu
berupa hardware maupun software. Salah satu model pembelajaran
yang relevan dengan kebutuhan pembelajaran entrepreneur ini adalah Production Based
Learning, model ini memfasilitasi peserta didik untuk berfikir, analisis
dan mampu menghasilkan produk.
Perlu
dilakukan perubahan-perubahan dalarn proses pembelajaran,
salah satunya yaitu dengan mengubah model pembelajaran yang ada ke model pembelajaran yang baru berbasiskan pada pemantapan pengetahuan
dan keterampilan
dalam pemanfaatan teknologi, yang bisa menuntun mahasiswa
dalam mengembangkan kreativitasnya dalam pembelajaran sehingga bisa meningkatkan keterampilan serta hasil belajar.
Persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan, menjadi
pertimbangan untuk mengernbangkan model pembelajaran
berbasis produk yang telah ada dan diterapkan pada
mahasiswa sebelumnya. Pengembangan dan inovasi yang
dilakukan untuk menjadi solusi dan optimalisasi
dari hasil belajar yang diinginkan. Hal ini adalah upaya dalam.meningkatkan kualitas lulusan dan daya saing lulusan dalam menanggapi perubahan paradigma belajar abad 21. Perguruan tinggi khususnya dosen
perlu menyiapkan strategi yang tepat untuk mengantarkan
mahasiswa untuk mampu menghadapi tantangan dan
menangkap peluang bisnis yang ada.
Perguruan tinggi dituntut untuk mampu menjamin kualitas Iulusan memiliki kemampuan berstandar global untuk bersaing dan tidak tertinggal dalam pasar internasional dengan menerapkan kemampuan handal dalam berwirausaha di abad 2I. Pengembangan ini upaya antisipasi persoalan Pendidikan di masa yang akan datang, sekaligus sebagai solusi persoalan Pendidikan di era globalisasi.