Ketua KPU Bukittinggi Tak Tahu Proses Aanmaning, yang Hadir Benny -->

Iklan Semua Halaman

 


Jika ada yang mendapat intimidasi atau tindakan tidak menyenangkan lainnya dari anggota GNI, silahkan lapor ke redaksigni@gmail.com, untuk pengiriman berita kegiatan kampus, sekolah , sosial kemasyarakatan, lainnya silahkan di nomor center kami

 




Ketua KPU Bukittinggi Tak Tahu Proses Aanmaning, yang Hadir Benny

10/06/2020


GlobalNewsIndonesia.com, BUKITTINGGI - Ketua KPU Bukittinggi Heldo Aura mengatakan putusan MA RI Nomor: 460K/ Pdt.Sus-Parpol/ 2019 tentang mengembalikan SK Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) Bukittinggi, Sumatera Barat kepada Fauzan Havis sudah dilaksanakan. Termasuk menjalankan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A padang Nomor: 108/ Pdt.G/ 2018/ PN.Pdg untuk membayar uang paksa atau dwangsom.


"Menurut Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sumbar, kala itu sudah melaksanakan putusan MA sehingga SK kepengurusan DPD PAN Bukittinggi atas nama orang lain yakni Rahmi Brisma sudah dicabut. Artinya, jika SK sudah dicabut, kepengurusan Rahmi tidak berlaku lagi dan otomatis selanjutnya itu SK atas nama Fauzan," ujar Heldo kepada wartawan di ruang tamu kantor KPU Bukittinggi, Senin (5/10/2020).


Hanya saja, lanjut Heldo, masih menurut pihak DPW PAN, ternyata Fauzan diketahui melanggar aturan sebagaimana yang tertuang dalam aturan AD/ ART partai. Lalu, katanya, Fauzan diberhentikan sebagai pengurus PAN.


Dengan demikian, tambahnya, guna mengisi kekosongan struktur lantaran tidak adanya jabatan ketua partai, maka diangkatlah Rahmi sebagai pelaksana tugas dipengurusan Fauzan tersebut.


Kata dia lagi, berhubung adanya kebutuhan kongres di Kendari dinyatakan harus ada kepengurusan defenitif. Dan berdasarkan intruksi dari DPP ke DPW, diadakanlah musdalub (musyawarah daerah luar biasa) oleh  DPD PAN Bukittinggi.


"Hasil musdalub tersebut terpilih beberapa orang pengurus. Dari beberapa orang pengurus tersebut akhirnya disepkati Rahmi sebagai ketua defenitif DPD PAN," terangnya.


Ditanya kapan, dimana, apakah ada berita acara dan siapa saja yang hadir saat digelarnya musdalub oleh DPD PAN Bukittinggi itu, Heldo menjawab tidak mengetahui. "Saya tak tahu. Soal itu, bagusnya klarifikasi ke pihak bersangkutan," jawabnya.


Ia lanjutkan, setelah terpilihnya ketua defenitif atau ketua DPD PAN Bukittinggi yang sah adalah Rahmi menurut DPW PAN, kemudian dilaporkan ke DPP PAN serta diteruskan ke KPU RI.


"Itulah dasar KPU menerima pendaftaran pasangan calon kandidat Walikota Bukittinggi yang diusung oleh DPD PAN dengan ketuanya Rahmi di Pilkada 2020 ini," jelasnya sambil menekankan lagi bahwa SK yang sah menurut DPP, adalah SK Rahmi.


"Jadi, KPU menerima pendaftaran pasangan calon kandidat yang diusung DPD PAN Bukittinggi berpedoman ke SK sah menurut DPD PAN tadi. Itu saja," sambung Heldo. 


Meski SK DPD PAN Bukittinggi itu sah menurut DPP PAN, KPU Bukittinggi tetap melakukan klarifikasi ke DPW PAN, apakah benar putusan MA RI telah dilaksanakan atau belum. 


"Masish menurut ketua DPW PAN yang saat ini adalah bapak Indra Dt. Rajo Lelo tetap menyatakan telah melakukan putusan MA," sebut Heldo. 


Disisi lain, ditanya jika memang putusan MA RI sudah dilaksanakan oleh DPD dan DPW PAN, kenapa PN Negeri Kelas 1A padang masih menggelar proses aanmaning dengan menghadirkan pihak terkait seperti Fauzan, DPD PAN, Bawaslu Bukittinggi, KPU Bukittinggi termasuk DPW PAN, namun pihak DPW tidak hadir pada 20 Februari 2020 lalu itu, Heldo mengaku tidak mengetahui.

   

"Soal itu saya tidak tahu. Maksudnya tidak mengetahui aanmaning apakah tentang dikembalikan-nya SK Fauzan atau soal denda dwangsom. Itu urusan pengadilan. Saya juga tidak bisa berkomentar sebab pada saat digelarnya aanmaning oleh PN Kelas 1A Padang saya tidak hadir melainkan Pak Benny Azis. Dan waktu itu ketua KPU Bukittinggi masih Plt yakni Bapak Yasrul ," katanya.


Tapi, meski dirinya tidak hadir, kata Heldo lagi, menurut DPW PAN denda paksa atau dwangsom sebagaimana butiran putusan MA RI yang diperkuat putusan PN Negeri Kelas 1A Padang,  sebesar Rp 1 juta per hari sudah dibayar.


"Menurut DPW PAN denda telah dibayarkan ke pengadilan. Bahkan info dari ketua DPW PAN bukti pembayaran denda itu juga ada. Untuk jelasnya lebih baik konfirmasi ke DPW PAN," ujarnya.


Ditambahkan Heldo, pihaknya telah melakukan klarifikasi mengenai putusan MA itu ke DPW PAN dan dijawab sudah dijalankan. 


"Bahkan ada pula berita acara yang dikeluarkan DPW PAN, akan tetapi berita acara telah dilaksanakan-nya putusan MA RI tersebut, sebelum pendaftaran calon kandidat," sambungnya. 


Ia katakan lagi, kemudian mengenai masuknya tiga kali surat peringatan Fauzan ke KPU, pihaknya juga tetap mengklarifikasi ke DPW PAN Sumbar. Klarifikasi itu, menanyakan apakah DPW PAN benar telah melaksanakan putusan MA RI. 


"Klarifikasi ke DPW PAN Sumbar tersebut penting guna penguatan menjawab pertanyaan atau menjawab surat peringatan Fauzan. Dan surat balasan untuk Fauzan sudah dijawab sesuai aturan," terannya. 


Terpisah, Fauzan Havis membantah semua apa yang disampaikan Heldo. Mantan ketua DPRD Bukittinggi dua periode itu menyebut DPD dan DPW termasuk KPU Bukittinggi belum menjalankan putusan MA RI yang diperkuat putusan PN Kelas 1A Padang.


"Belum ada dijalankan. Mulai dari pencabutan SK Rahmi, kemudian SK saya dikembalikan sebagai ketua sah DPD PAN Bukittinggi, terus saya dipecat karena melanggar aturan partai. Baik pencabutan SK atas nama orang lain atau Rahmi maupun pengangkatan saya kembali sebagai ketua DPD PAN, belum ada dan saya juga tidak terima berita acaranya. Begitu juga tentang saya melanggar aturan partai, aturan mana yang saya langgar, tidak ada kejelasaan," tegas Fauzan.


Ia lanjutkan, begitu juga soal uang denda dwangsom dan ketidaktahuan Ketua KPU Bukittinggi terhadap hasil proses aanmaning yang digelar PN Kelas 1A Padang.


"Masa, DPD atau DPW PAN bayar uang denda ke pengadilan, harusnya kalau memang sudah dibayar, ya, kepada saya. Nyatanya, saya tidak menerima bukti pembayaran dwangsom itu. Juga soal tidak tahunya ketua KPU tentang putusan Pengadilan saat digelar aanmaning, KPU hadir dan menerima putusan PN tersebut," beber Fauzan. 


Memang diawal polemik kepengurusan partai PAN terjadi, kata Fauzan, ketua KPU Bukittinggi dijabat Benny Azis. Namun setelah dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) keluar putusan, Benny Azis melanggar etika yang tidak sesuai aturan dimana akhirnya lengser sebagai ketua KPU dan turun sebagai anggota.       


"Nah, setelah Benny digantikan Heldo Aura, bagaimanapun semua urusan dan tanggungjawab di lembaga tersebut diserahkan ke Heldo. Termasuk saat digelarnya proses aanmaning di pengadilan pada 20 Februari 2020 lalu. Meski ketuanya tidak hadir, tentu ada laporan dari anggota-anggota KPU seperti hadirnya Benny mengikuti proses pengadilan hingga menerima putusan. Jadi, kenapa sekarang Heldo mengaku tidak mengetahui tentang apa putusan pengadilan itu," tandas Fauzan mempertanyakan. (AN)  


Foto : Ketua KPU Bukittinggi, Heldo Aura